Cyber Counseling Versus Cyber Bullying

Bullying merupakan issue yang marak terjadi di dunia, bukan hanya di Indonesia saja. Bullying atau perundungan diartikan sebagai penindasan atau kekerasan yang dilakukan secara fisik maupun emosi dari pelaku ke korban. Pelaku bullying bisa sendiri bisa berkelompok, memiliki kekuatan atau power yang digunakan untuk mengintimidasi korban, dan perilaku tsb dilakukan secara terus menerus. Korban bullying biasanya memiliki karakteristik minoritas, lemah, memiliki keterbatasan fisik/difabel, dll. Tidak hanya kelemahan, kelebihan pun bisa menjadi target bullying, misalnya memiliki wajah yang rupawan, memiliki bentuk fisik yang menarik/ideal, memiliki kecerdasan yang luar biasa atau bakat yang luar biasa. Ada berbagai macam alasan seseorang melakukan pembullyan yakni karena berasal dari keluarga yang tidak harmonis, figur orangtua yang melakukan kekerasan di rumah, paparan kekerasan baik dari media maupun dari lingkungan sekitar, regulasi emosi yang kurang memadai, dll.
Perkembangan teknologi era milenial ini, generasi saat ini sangat terikat dan terkait dengan kecanggihan dan pemanfaatan teknologi. Dunia bermain, bersosialisasi dan belajar beralih dari dunia nyata ke dunia maya. Ada dampak positif dan negatif dari perpindahan atau peralihan ini. Salah satu dampak positif yang terasa adalah termudahkannya untuk membangun komunikasi satu sama lain tanpa ada batasan ruang dan waktu. Kemudahan tersebut bukan hanya membawa dampak positif, namun juga dampak negatif di dalamnya, misalnya dalam hal menyebarkan berita hoax, atau menjadi forum hate speech satu sama lain, baik bagi yang sudah mengenal satu sama lain, maupun yang belum mengenal satu sama lain. Kebebasan berbicara yang tersedia di dunia maya, yang bisa diakses oleh segala usia, terkhusus bagi siswa/I sekolah, usia remaja contohnya, menjadi tantangan tersendiri bagi society sekarang ini. Berita hoax yang tersebar tanpa ada pembuktian yang valid di dalamnya, dicerna mentah mentah tanpa proses pemaknaan dan kedewasaan yang memadai malah menjadi boomerang untuk menciptakan kebencian, kecemasan dan emosi negatif lainnya. Bullying bisa dilakukan secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal misalnya dengan mengata-ngatai, menyebarkan aib maupun hoax. Secara nonverbal misalnya dengan mengabaikan, pembiaran, dll. Secara verbal dan non verbal sangat memungkinkan terjadi satu sama lain, yang pada akhirnya menyerang mental anak usia sekolah. Konflik atau gesekan satu sama lain, semakin melebar dan membuat siswa/I justru mengalami rasa cemas saat bersosialisasi melalui media sosial. Konflik yang muncul dalam diri siswa di era digital berkaitan bullying yakni merasa dikucilkan, bersikap pasif, merasa dihakimi, merasa emosi negatif, mudah mengalami tekanan dan kurang sabar. Namun di sisi lainnya, sosial media menjadi sarana untuk menyembuhkan bagi satu sama lain yang mengalami kesepian atau sulit bersosialisasi dalam dunia nyata.
Peran cyber counseling berperan sangat penting dalam menetralisir kejamnya dunia maya, menjadi “oase di dalam padang gurun”, membantu terkhusus anak usia sekolah untuk memiliki well being dan self esteem yang sehat. Cyber counseling atau konseling online, tidak hanya dilakukan oleh psikolog atau dokter saja, melainkan juga oleh konselor professional dan konselor sekolah. Konselor sekolah menjawab perkembangan yang ada, dengan melakukan layanan konseling berbasis online. Dalam penerapannya, konselor sekolah masih terus mengembangkan kompetensinya untuk mengaplikasikan konseling online secara efektif. Bagi konselor sekolah yang terbiasa menggunakan media sosial mungkin akan sangat dimudahkan ketika melakukan konseling online. Namun tidak demikian dengan konselor sekolah yang kurang familiar dengan media sosial, meskipun media sosial adalah sebuah kebutuhan saat ini, namun tidak bisa dipungkiri adalah sebuah tantangan tersendiri bagi sebagian orang. Seorang konselor sekolah yang memiliki kesulitan dalam menggunakan media sosial, dapat meningkatkan komptensinya untuk mempelajari penggunaan media sosial dan melakukan konseling online. Ranah konselor sekolah dalam melakukan konseling online, bisa dilakukan berkesinambungan, dengan bekerjasama juga dengan keluarga atau significant others yang berperan penting dalam membantu siswa untuk bisa bermedia sosial dengan sehat. Bagi pelaku pembullyan, dengan adanya konselor sekolah, edukasi dan konseling yang diberikan bisa dilakukan secara kontinu, dan melalui berbagai option media sosial, misalnya watsapp, zoom, dll. Bagi korban pembullyan, konselor sekolah memegang peranan penting dalam merangkul, menguntai permasalahan yang terjadi dan memediasi, juga bisa dilakukan secara online, dengan adanya pendampingan orangtua. Bagi siswa/I seluruhnya, peranan konselor sekolah dalam mengedukasi, memberikan konseling berbasis FGD (focus group discussion) sangat memungkinkan untuk mengedukasi atau menampung pikiran dan perasaan siswa mengenai penggunaan media sosial serta issue issue di dalamnya bisa dibahas secara terbuka dan terfaslitasi dengan cyber counseling. Akhir kata, setiap perkembangan memiliki masalah dan dinamika di dalamnya, serta disertai juga dengan kelebihan di dalamnya, maka kita perlu memanfaatkan dengan baik sumber sumber kelebihan yang ditawarkan dari perkembangan tersebut dan meminimalisir masalah yang muncul dengan memanfaatkan kelebihan yang ada. Contohnya pada cyber counseling, cyber bullying nyata nyata merupakan tantangan di era saat ini, dan cyber counseling sebagai penetralisir atau yang mengcounter cyber bullying yang marak saat ini. Cyber counseling bekerja dalam ranah promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Ranah promotif, dalam mempromosikan budaya sehat bermedia sosial, preventif dalam pencegahan terjadinya cyber bullying dengan edukasi yang dilakukan, kuratif dalam menangani korban/pelaku cyber bullying, dan rehabilitatif yakni pendampingan kepada korban/pelaku cyber bullying untuk kembali bermedia sosial dengan lebih sehat. Tentu tidak semudah membalikan telapak tangan dalam upaya mengembangkan interaksi sosial yang sehat pada anak, perlu konsistensi dan evaluasi dalam penerapan cyber counseling ini.